- NasionalHIMPUH Sambut Menteri Haji Umrah RI yang Baru
- WisataBPJPH berencana inspeksi pabrik nampan MBG di China
- NasionalWasekjen MUI: Rumah Rakyat Tidak Semestinya Berpagar Tinggi dan Digembok
- NasionalPernyataan Forum Ormas Islam Untuk Solusi Bangsa
- NasionalProgram Da’i Nusantara, Wahdah Islamiyah Lepas 464 Alumni Sekolah Dai dan IAI STAIBA kepelosok Indonesia
- DaerahDPRD Apresiasi, Pemkot Bekasi Naikkan Insentif RT RW
- WisataNampan MBG Gunakan Minyak Babi, IHW Desak Tegakkan UU Jaminan Produk Halal
- NasionalJIC Adakan Jakarta Islamic Education Fair 2025
- NasionalPropam Polri Umumkan Tujuh Anggota Brimob akan Jalani Sidang Etik atas Kematian Affan Kurniawan
- NasionalMUI Prihatin Situasi Aksi Massa yang Anarkis

Si Pitung
Berikut adalah sedikit cerita mengena perjalanan melihat rumah Si pitung. Ya, jagoan dari Betawi itu. Mungkin Anda sudah sering mengenal mendegar ceritanya atau juga telah melihat filmnya. Ok.. akan Saya ulas profil mengenai pahlawan satu ini.
Si Pitung adalah seorang pejuang asal Betawi, ia dikenal sebagai sosok pendekar Jakarta dalam menghadapi ketidakadilan yang ditimbulkan oleh penguasa Hindia Belanda pada masa itu. Kisah si Pitung ini diyakini nyata kebenaranya oleh para tokoh masyarakat Betawi terutama di daerah Kampung Marunda di mana terdapat rumah dan peninggalan sejarah si Pitung yang kini menjadi benda cagar budaya dan dikelola oleh Kementerian Pariwisata. Menurut legenda, si Pitung diidentikan dengan tokoh Betawi yang rendah hati dan seorang muslim yang shaleh.
Di mata Belanda si Pitung adalah perampok dan penjahat yang harus ditumpas. Namun, di kalangan rakyat Betawi si Pitung adalah pahlawan, apa yang dilakukannya adalah untuk kepentingan rakyat miskin semata. Menurut legenda juga disebutkan, si Pitung mempunyai ilmu menghilang. Ketika seorang polisi Belanda bernama Schout van Hinne melihat si Pitung masuk ke sebuah rumah, ia mencarinya akan tetapi si Pitung tidak ditemukan. Padahal, jelas-jelas si Pitung masuk ke rumah itu.
Saat kami tiba di Marunda, nampak ramai wisatawan lokal dan pelancong perkampungan nelayan bersejarah itu. Wilayah Marunda Pulo berada pada pinggir pantai Teluk Jakarta dan Laut Jawa. Keadaan permukaan tanahnya berupa daratan yang dikelilingi oleh air payau dan sebagiannya berupa rawa-rawa yang ditumbuhi pohon bakau.
Kondisi tanah di Marunda Pulo umumnya adalah tanah berwarna hitam yang didominasi oleh pasir laut. Menurut Tokoh masyarakat Marunda, H. Thirmidzi yang ditemui Mi’raj Islamic News Agency, asal Mula nama Marunda adalah Menunda. Berawal dari sebuah masjid yang ditunda pembuatannya karena penduduk setempat belum bisa menerima siar agama Islam.
Ketika penduduk kampung sudah sadar memerlukan tempat ibadah, pembangunan masjid dilanjutkan kembali. Masjid itu dinamakan masjid Marunda. Marunda berasal dari kata tunda. Konon, zaman dahulu seluruh model rumah disana adalah panggung dengan tinggi antara1-2 meter.
Tiang-tiang panggung sebagian besar berada di atas air dengan bagian bawahnya terendam. Rumah si Pitung memang seperti apa yang di kabarkan, rumahnya panggung dengan tinggi sekitar dua meter dengan cat merah tua mengkilat, terlihat masih kokoh walaupun usianya sudah puluhan tahun.
Rumah panggung itu konon sebenarnya bukanlah milik si Pitung, tapi milik seorang Juragan betawi bernama Haji Syafiuddin, hanya saja jagoan asal Betawi itu pernah menempatinya dan tinggal disana. Versi pertama mengatakan Pitung merampok rumah Haji Syafiuddin.
Versi kedua meragukan kalau Haji Syafiuddin dirampok. Diperkirakan justru terjadi kesepakatan antara Pitung dan Haji Syafiuddin. Banyak yang meyakini versi kedua yang lebih mungkin terjadi, termasuk ahli sejarah betawi, Ridwan Saidi. Ridwan Saidi, Budayawan Betawi, dalam majalah Tani edisi April 2009, mengungkapkan bahwa Ibu kandung Pitung berasal dari Rawa Belong, Ayahnya berasal dari kampong Cikoneng, Tanggerang.
Diperkirakan Pitung lahir pada tahun 1866 di Tanggerang. Sekitar usia delapan tahun Pitung merasakan kehidupan yang pahit. Kedua orang tuanya bercerai. Ibunya menolak dijadikan Istri kedua. Pitung bersama ibunya kembali ke kampong Rawa belong, sedangkan Ayahnya menetap di Kampung Cikoneng bersama istri mudanya dan tetap bekerja pada tuan tanah Cikoneng.
Di Rawa Belong, si Pitung mengembala kambing milik kakek dan ibunya. Pitung mengembara dengan dendam yang amat sangat terhadap kekerasan. Dalam pengembaraanya itu sampailah di Kampung Kemayoran, dan berkenalan dengan Guru Na’ipin ahli tarikat yang ahli silat. Guru Na’ipin adalah murid guru Cit seorang mursyid guru tarekat kampung Pacenongan, Jakarta pusat.
Sekitar enam tahun Si Pitung belajar dengan Guru Na’ipin. Guru Na’ipin bersahabat dengan Mohammad Bakir, pengarang Betawi akhir abad XIX. Karya Mohammad Bakir tersimpan di sejumlah Museum terkemuka di dunia antaralain; St Petersburg, Rusia, London, dan Negeri Belanda.
Dari titik inilah Na’ipin membangun hubungan dengan jaringan jembatan Lima, Jakarta barat yang ketuanya di Pimpin oleh bang Sa’irin, yang sebelumnya dipimpin oleh Bang Sa’dullah yang juga seoarang pengarang asal betawi. Dikampung inilah segala gagasan pemberontakan dan perlawanan terhadap Belanda berkobar sepanjang abad XIX dan permulaan abad XX.

Si Pitung selama delapan tahun (1886-1894) telah meresahkan Batavia. Penasehat pemerintah Hindia Belanda urusan BumiPutra, Snouch Hurgronje mengecam habis kepala Polisi Batavia Schout Hjne yang tak mampu menangkap Pitung. Hurgronje menganggap amat keterlaluan kalau seorang eropa seperti Hijne sampai harus berdukun untuk dapat menangkap Pitung.
Selanjutnya Hurgronje menganggap kepala polisi sangat tidak terpelajar, yang tak mampu menghadirkan alat transportasi baru kereta api yang denganya Pitung hilir mudik. Lebih menggusarkan lagi si Pitung dapat meloloskan diri dari penjara Masteer Cornelis ketika tertangkap pada tahun 1891. Tidak hanya itu, diluar penjara si Pitung masih sempat membunuh demang kebayoran yang menjadi musuh petani-petani kebayoran dan telah pula menjebloskan saudara misan Pitung bernama Ji’ih yang kemudian dihukum mati.
Margriet van Teel dalam laporanya penelitianya (1984), sebagaimana disiarkan, Bijdragen tahun penerbitan semasa itu, mengungkapkan bahwa Polisi pernah mengrebek rumah Si Pitung di Rawa Belong, Jakarta Barat, dan ternyata, di rumah itu yang ditemukan hanyalah beberapa keeping uang benggolan senilai 2,5 sen yang tersimpan di bambu.
Padahal selama delapan tahun Pitung melakukan aksi perampokan dengan sasaran saudagar yang bersekutu dengan Belanda dan mengeruk uang dan emas permata yang tidak sedikit nilai jumlahnya. “Si Pitung adalah Robin Hood-nya Indonesia, ia merampok untuk rakyat kecil,” kata ketua RT 001 Marunda, H. Thirmidzi yang ditemui Mi’raj Islamic News Agency.
Naskah Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Utara 2009 menjelaskan, dalam menjalankan aksi perampokanya Si Pitung tidak membangun komplotan. Melainkan kompak berdua dengan Ji’ih. Setelah Ji’ih tertangkap dan dihukum mati, si Pitung melakukan aksinya seorang sendiri.
Dengan begitu, justru polisi Belanda sulit mendapatkan informasi tentang Pitung. Seringnya Pitung berkunjung ke Marunda, akhirnya tercium mata-mata Belanda, jalur Pitung dilacak. Pitung selalunya muncul dari pondok kopi, Jakarta timur, jika hendak ke Marunda.
Pada suatu petang Schout Hijne, dengan kekuatan satu regu pasukan polisi bersenjata lengkap menanti Pitung di Pondok Kopi. Tak ayal lagi begitu hari mulai gelap Pitung muncul. Ia di hujani Peluru. Pitung roboh, tapi tak langsung tewas, ia di bawa dengan mobil ambulan yang sudah disiapkan ke Rumah Sakit Militer kini RSPAD, Jakarta Pusat. Menurut laporan Margriet van Teel, sepanjang perjalan Pitung terus menerus menyanyikan lagu nina bobo, sehinga ditegur Schout Hijne apa kiranya permintaan Pitung terakhir karena tampaknya ajal hendak menjemput.
Kursi dan Meja di Rumah Pitung

Kursi dan Meja di Rumah Pitung
Pitung mengatakan ia minta dibelikan tuak, air nira dengan es. Permintaanya dikabulkan. Segelas air nira sejuk diminumnya, belumnya segelas itu berpulang. Pitung mati muda dalam usia dua puluh delapan tahun.
Akan tetapi hingga kini si Pitung masih melegenda, kisahnya juga di Filmkan, dan rumah si Pitung melalui Peraturan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 9 Tahun 1999, ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya. Lokasi perkampungan nelayan Marunda juga menjadi destinasi wisata kawasan rumah si Pitung.
Kini perkampungan Marunda dan lokasi rumah si Pitung banyak dikunjungi pelancong dan wisatawan, termasuk masjid Al Alam di lokasi perkampungan nelayan Marunda yang konon juga menjadi tempat si Pitung berguru.
admin
05 Agu 2024
Masjid Al A’lam adalah salah satu dari 12 obyek destinasi wisata pesisir di Jakarta Utara, letaknya berada persis di pesisir pantai Marunda. Konon Masjid Al Alam itu dibangun hanya dalam tempo semalam pada sekitar abad 16 dan termasuk salah satu masjid yang tertua di Jakarta. Wisata religi dengan menelusuri jejak Islam di Jakarta, melalui peninggalan …
09 Jun 2022 3.002 views
Landak (Porcupine) adalah hewan pengerat atau Rodentia yang memiliki rambut yang tebal dan berbentuk duri tajam. Hewan ini berbentuk membulat tetapi tidak terlalu lincah seperti halnya tikus. Hewan ini ditemukan di Asia, Afrika, maupun Amerika, dan cenderung menyebar di kawasan tropika. Berikut Macam-Macam Landak di Indonesia. Selama ini banyak yang mengira hedgehog atau landak mini …
09 Jun 2022 2.564 views
Anda mungkin sudah tidak asing lagi mendengar kata biawak, atau biasa juga di sebut menyawak. Hewan ini bernama ilmiah Varanus Salvator yang biasa di sebut oleh pencinta reptil “Salva”. Berikut review Memelihara Biawak dan Tips Perawatan. Habitat biawak air biasanya dekat dengan sumber-sumber air seperti tepi sungai, tepi danau, rawa atau hutan mangrove (Byers 1999). …
09 Jun 2022 2.537 views
Kura-Kura Kaki Gajah atau Emys adalah jenis kura-kura darat dari anggota suku Testudinidae. Kura-kura ini juga biasa orang sebut dengan nama kura-kura Baning coklat. Disebut kura-kura kaki gajah, karena kakinya mirip kaki gajah. Dalam bahasa Inggris, kura-kura ini bernama giant brown tortoise, Asian brown tortoise, atau Asian forest tortoise. Hewan ini menyebar di Asia Selatan …
24 Jul 2024 2.362 views
Sejarah suku Betawi adalah kisah yang kaya dan beragam, mulai dari era kerajaan kuno hingga menjadi bagian integral dari Jakarta modern. Orang Betawi, yang merupakan penduduk asli Jakarta, memiliki warisan budaya yang beragam, terbentuk melalui pengaruh berbagai kerajaan, bangsa, dan era yang berbeda. Artikel ini akan mengeksplorasi perjalanan sejarah suku Betawi dari zaman Kerajaan Salakanagara …
09 Jun 2022 2.349 views
Nama trenggiling berasal dari Bahasa Melayu yakni pengguling atau guling yang artinya menggulung atau melingkar seperti bola. Pola ini, menggulung tubuh, dilakukan sebagai bentuk pertahanan menghindari ancaman. Trenggiling adalah jenis hewan soliter, nokturnal, yang cenderung pemilih dalam selera makan, dan lebih suka menunggu hingga memperoleh apa yang disukai daripada mendapatkan makanan seadanya. Hewan ini adalah …


Comments are not available at the moment.